EKONOMI SYARIAH
Ekonomi
syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial
yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh
nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistem ekonomi koperasi berbeda
dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State).
Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal
terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain
itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus
anjuran yang memiliki dimensi ibadah.
Ditulis
oleh Agustianto
|
Baru-baru ini, UU No 3 tahun 2006
tentang Perubahan atas UU No 7/1989 tentang Peradilan Agama, telah disahkan
oleh Presiden Republik Indonesia. Kelahiran Undang-Undang ini membawa
implikasi besar terhadap perundang-indangan yang mengatur harta benda,
bisnis dan perdagangan secara luas.
Pada pasal 49 point
i disebutkan dengan jelas bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang
–orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah.
Dalam penjelasan UU
tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah
perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah,
antara lain meliputi : a. Bank syariah, 2.Lembaga keuangan mikro syari’ah, c.
asuransi syari’ah, d. reasurasi syari’ah, e. reksadana syari’ah, f. obligasi
syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, g. sekuritas syariah, h.
Pembiayaan syari’ah, i. Pegadaian syari’ah, j. dana pensiun lembaga keuangan
syari’ah dan k. bisnis syari’ah
Amandemen ini
membawa implikasi baru dalam sejarah hukum ekonomi di Indonesia. Selama ini,
wewenang untuk menangani perselisihan atau sengketa dalam bidang ekonomi
syariah diselesaikan di Pengadilan Negeri yang notabene belum bisa
dianggap sebagai hukum syari’ah.
Dalam
prakteknya, sebelum amandemen UU No 7/1989 ini, penegakkan hukum
kontrak bisnis di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut mengacu pada
ketentuan KUH Perdata yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek (BW),
kitab Undang-undang hukum sipil Belanda yang dikonkordansi keberlakuannya di
tanah Jajahan Hindia Belanda sejak tahun 1854 ini, sehingga konsep perikatan
dalam Hukum Islam tidak lagi berfungsi dalam praktek formalitas hukum
di masyarakat, tetapi yang berlaku adalah BW.
Secara
historis, norma-norma yang bersumber dari hukum Islam di bidang perikatan
(transaksi) ini telah lama memudar dari perangkat hukum yang ada akibat politik
Penjajah yang secara sistematis mengikis keberlakuan hukum Islam di tanah
jajahannya, Hindia Belanda. Akibatnya, lembaga perbankan maupun di
lembaga-lembaga keuangan lainnya, sangat terbiasa menerapkan ketentuan Buku
Ke tiga BW (Burgerlijk Wetboek) yang sudah diterjemahkan. Sehingga untuk
memulai suatu transaksi secara syariah tanpa pedoman teknis yang jelas akan
sulit sekali dilakukan.
|
Perbedaan
Ekonomi Syariah dengan Ekonomi Konvensional
Krisis ekonomi
yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang
mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang
ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem
bagi hasil. Sistem ekonomi syariah
sangat berbeda dengan ekonomi
kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi
syariah bukan pula berada di tengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu.
Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual,
sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta
komunis yang ekstrem, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta
perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam
harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa
adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.
Ciri Khas
Ekonomi Syariah
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan
hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat
tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya
kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi
hanya sedikit tentang sistem ekonomi. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan
diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi
syariah menekankan empat sifat, antara lain:
- Kesatuan (unity)
- Keseimbangan (equilibrium)
- Kebebasan (free will)
- Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di
dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada
di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi.
Di dalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi
bahasa berarti "kelebihan". Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275
disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Tujuan
Ekonomi Islam
Ekonomi
Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia.
Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh
mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan
kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan
agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas
oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu
menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa
meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar