Prospek Koperasi Menghadapi Globalisasi
13 Juli 2011 - 05.22 WIB
fleksi Peringatan Hari Koperasi, 12 Juli 2011)
BERTEPATAN Hari Koperasi yang jatuh pada 12 Juli 2011 kemarin, mari kita sama-sama melakukan evaluasi kritis terhadap peran koperasi, di mana koperasi merupakan salah satu dari tiga pelaku ekonomi Indonesia selain BUMN/BUMD dan BUMS, yang eksistensinya diakui dalam Undang-Undang Dasar 1945, sebagai soko-guru perekonomian Indonesia.
Namun dalam kenyataannya peran koperasi sebagai pilar ekonomi bangsa semakin mencemaskan jika dibandingkan dengan badan usaha lainnya. Apalagi pada era globalisasi sekarang ini peran koperasi semakin dipertanyakan masyarakat, apakah koperasi mampu mempertahankan jati dirinya sebagai pilar ekonomi rakyat? Apakah koperasi yang memiliki cita-cita mulia menyejahterakan masyarakat dapat terealisir? Bagaimana prospek koperasi Indonesia ke depan dan bagaimana pula tantangannya?
Tantangan Globalisasi
Ciri-ciri globalisasi ditandai dengan adanya pergerakan barang, modal dan uang dengan bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama. Sehingga era globalisasi sering menjadi dilema bagi masyarakat, pemerintah dan dunia usaha. Kita tidak bisa membendung dan menahan bergulirnya globalisasi di tengah-tengah masyarakat, yang bisa kita lakukan adalah mengantisipasi dan mempersiapkan diri terhadap tantangan globalisasi. Para pelaku usaha khususnya koperasi dan UMKM harus mampu bersikap reaktif dan antisipatif menghadapi globalisasi ekonomi. Bukan mengeluh dan berteriak bahwa kita belum siap menghadapi globalisasi tanpa ada usaha dan kerja keras. Berteriak dan mengeluh bukan merupakan jalan keluar dari ancaman globalisasi.
Kontroversipun muncul di kalangan akademisi, pengamat dan para pelaku bisnis. Ada yang berteriak lantang, bahwa kita belum siap menghadapi perdagangan bebas dengan Cina (ACFTA), namun anehnya setelah ditelusuri siapa yang berteriak lantang? Rupanya berasal dari pengamat bukan pelaku bisnis. Kalau ada pelaku bisnis yang berteriak belum siap, bisa jadi mereka adalah pelaku bisnis yang mengemplang pajak.
Cukup kita sadari bahwa globalisasi ekonomi sekalipun telah menjadi sistem yang mendunia, tetapi tetap saja berada dalam ranah yang penuh kontroversi. Di satu sisi globalisasi mempunyai dampak positif di antara aktor-aktor ekonomi dunia. Mereka meyakini bahwa pasar terbuka, arus modal tanpa pembatas, akan memaksimalkan efisiensi dan efektifitas ekonomi demi terwujudnya kesejahteraan untuk semua. Sebaliknya di sisi lain kelompok anti globalisasi meyakini bahwa liberalisasi ekonomi hanya akan menguntungkan yang kuat dan melumpuhkan yang lemah, menciptakan kebangkrutan dan ketergantungan struktural negara berkembang atas negara maju.
Untuk itu globalisasi ekonomi haruslah disikapi dengan kritis, hati-hati, dan penuh perhitungan. Seperti misalnya dampak perdagangan Indonesia dengan Cina pasca ditetapkannya ACFTA, apakah membawa nikmat dan berkah atau membawa sengsara. Atau sengsara membawa nikmat. Membanjirnya produk dari Cina di Indonesia, di satu sisi bisa menjadi pemicu bangkitnya UMKM di negeri kita untuk meningkatkan daya saing produksinya. Namun di sisi lain murahnya produk dari Cina menguntungkan konsumen di negeri kita yang memiliki kemampuan daya beli terbatas karena berpendapatan rendah.
Koperasi Juru Selamat
Saat keterpurukan perekonomian pasar yang menghasilkan pengangguran dan kemiskinan besar-besaran di negeri ini, koperasi telah tampil sebagai juru selamat bagi mereka yang terpinggirkan dari perekenomian kapitalistik. Sekarang ini, koperasi telah menjadi sumber penghidupan bagi 91,25 juta orang yang sebagian besar ada di pedesaan, sedangkan usaha besar hanya mampu menyerap 2,52 juta orang (Nasution, 2008). Pengalaman ini tentu menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah bahwa sektor usaha koperasi dan UMKM menjadi soko guru dan urat nadi perekonomian di negeri kita.
Untuk itu kita tidak berharap, era globalisasi menjadikan negeri kita semakin terpuruk yang disebabkan salah strategi dalam mengelola pembangunan ekonomi dan politik. Reformasi yang perlu digulirkan tidak saja reformasi politik, tetapi yang lebih penting lagi adalah reformasi bidang ekonomi dan keuangan. Sektor usaha kecil dan koperasi mesti harus menjadi prioritas utama pemerintah dalam membangun ekonomi bangsa menuju era globalisasi dengan beberapa strategi.
Pertama, perlu adanya perubahan dan pengembangan cara pandang dalam pengelolaan koperasi. Dengan demikian, diharapkan koperasi memiliki daya saing dan sekaligus menjadi daya tarik bagi anggota maupun masyarakat. Untuk meningkatkan daya saing, paling tidak ada lima (5) prasyarat utama, yakni mereka memiliki sepenuhnya pendidikan, modal, teknologi, informasi, dan input krusial lainnya. Pengembangan koperasi di Indonesia selama ini masih pada tataran konsep yang sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak pula yang tidak aktif. Semakin banyak koperasi yang sukses diikuti pula banyak koperasi yang gagal dan bangkrut disebabkan karena ketidaksiapan sumber daya manusianya.
Kedua, koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada kebutuhan pasar. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman dan tantangan yang semakin global. Untuk itu perbaikan terhadap masalah pengelolaan manajemen dan organisasi perlu terus dilakukan.
Ketiga, lingkungan internal UMKM dan koperasi harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), penguasaan pemanfaatan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Di samping itu, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintah, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi-sosial-kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global.
Keempat, kita semua harus bersepakat bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk menyejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi, misi dan program kerja yang sesuai, yang merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel. Untuk itu strategi kerja sama antar koperasi maupun kerja sama dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling menguntungkan perlu dikembangkan, sehingga koperasi dan UMKM mampu menjadi the bigger is better dan small is beautiful. Semoga.
BERTEPATAN Hari Koperasi yang jatuh pada 12 Juli 2011 kemarin, mari kita sama-sama melakukan evaluasi kritis terhadap peran koperasi, di mana koperasi merupakan salah satu dari tiga pelaku ekonomi Indonesia selain BUMN/BUMD dan BUMS, yang eksistensinya diakui dalam Undang-Undang Dasar 1945, sebagai soko-guru perekonomian Indonesia.
Namun dalam kenyataannya peran koperasi sebagai pilar ekonomi bangsa semakin mencemaskan jika dibandingkan dengan badan usaha lainnya. Apalagi pada era globalisasi sekarang ini peran koperasi semakin dipertanyakan masyarakat, apakah koperasi mampu mempertahankan jati dirinya sebagai pilar ekonomi rakyat? Apakah koperasi yang memiliki cita-cita mulia menyejahterakan masyarakat dapat terealisir? Bagaimana prospek koperasi Indonesia ke depan dan bagaimana pula tantangannya?
Tantangan Globalisasi
Ciri-ciri globalisasi ditandai dengan adanya pergerakan barang, modal dan uang dengan bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama. Sehingga era globalisasi sering menjadi dilema bagi masyarakat, pemerintah dan dunia usaha. Kita tidak bisa membendung dan menahan bergulirnya globalisasi di tengah-tengah masyarakat, yang bisa kita lakukan adalah mengantisipasi dan mempersiapkan diri terhadap tantangan globalisasi. Para pelaku usaha khususnya koperasi dan UMKM harus mampu bersikap reaktif dan antisipatif menghadapi globalisasi ekonomi. Bukan mengeluh dan berteriak bahwa kita belum siap menghadapi globalisasi tanpa ada usaha dan kerja keras. Berteriak dan mengeluh bukan merupakan jalan keluar dari ancaman globalisasi.
Kontroversipun muncul di kalangan akademisi, pengamat dan para pelaku bisnis. Ada yang berteriak lantang, bahwa kita belum siap menghadapi perdagangan bebas dengan Cina (ACFTA), namun anehnya setelah ditelusuri siapa yang berteriak lantang? Rupanya berasal dari pengamat bukan pelaku bisnis. Kalau ada pelaku bisnis yang berteriak belum siap, bisa jadi mereka adalah pelaku bisnis yang mengemplang pajak.
Cukup kita sadari bahwa globalisasi ekonomi sekalipun telah menjadi sistem yang mendunia, tetapi tetap saja berada dalam ranah yang penuh kontroversi. Di satu sisi globalisasi mempunyai dampak positif di antara aktor-aktor ekonomi dunia. Mereka meyakini bahwa pasar terbuka, arus modal tanpa pembatas, akan memaksimalkan efisiensi dan efektifitas ekonomi demi terwujudnya kesejahteraan untuk semua. Sebaliknya di sisi lain kelompok anti globalisasi meyakini bahwa liberalisasi ekonomi hanya akan menguntungkan yang kuat dan melumpuhkan yang lemah, menciptakan kebangkrutan dan ketergantungan struktural negara berkembang atas negara maju.
Untuk itu globalisasi ekonomi haruslah disikapi dengan kritis, hati-hati, dan penuh perhitungan. Seperti misalnya dampak perdagangan Indonesia dengan Cina pasca ditetapkannya ACFTA, apakah membawa nikmat dan berkah atau membawa sengsara. Atau sengsara membawa nikmat. Membanjirnya produk dari Cina di Indonesia, di satu sisi bisa menjadi pemicu bangkitnya UMKM di negeri kita untuk meningkatkan daya saing produksinya. Namun di sisi lain murahnya produk dari Cina menguntungkan konsumen di negeri kita yang memiliki kemampuan daya beli terbatas karena berpendapatan rendah.
Koperasi Juru Selamat
Saat keterpurukan perekonomian pasar yang menghasilkan pengangguran dan kemiskinan besar-besaran di negeri ini, koperasi telah tampil sebagai juru selamat bagi mereka yang terpinggirkan dari perekenomian kapitalistik. Sekarang ini, koperasi telah menjadi sumber penghidupan bagi 91,25 juta orang yang sebagian besar ada di pedesaan, sedangkan usaha besar hanya mampu menyerap 2,52 juta orang (Nasution, 2008). Pengalaman ini tentu menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah bahwa sektor usaha koperasi dan UMKM menjadi soko guru dan urat nadi perekonomian di negeri kita.
Untuk itu kita tidak berharap, era globalisasi menjadikan negeri kita semakin terpuruk yang disebabkan salah strategi dalam mengelola pembangunan ekonomi dan politik. Reformasi yang perlu digulirkan tidak saja reformasi politik, tetapi yang lebih penting lagi adalah reformasi bidang ekonomi dan keuangan. Sektor usaha kecil dan koperasi mesti harus menjadi prioritas utama pemerintah dalam membangun ekonomi bangsa menuju era globalisasi dengan beberapa strategi.
Pertama, perlu adanya perubahan dan pengembangan cara pandang dalam pengelolaan koperasi. Dengan demikian, diharapkan koperasi memiliki daya saing dan sekaligus menjadi daya tarik bagi anggota maupun masyarakat. Untuk meningkatkan daya saing, paling tidak ada lima (5) prasyarat utama, yakni mereka memiliki sepenuhnya pendidikan, modal, teknologi, informasi, dan input krusial lainnya. Pengembangan koperasi di Indonesia selama ini masih pada tataran konsep yang sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak pula yang tidak aktif. Semakin banyak koperasi yang sukses diikuti pula banyak koperasi yang gagal dan bangkrut disebabkan karena ketidaksiapan sumber daya manusianya.
Kedua, koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada kebutuhan pasar. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman dan tantangan yang semakin global. Untuk itu perbaikan terhadap masalah pengelolaan manajemen dan organisasi perlu terus dilakukan.
Ketiga, lingkungan internal UMKM dan koperasi harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), penguasaan pemanfaatan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Di samping itu, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintah, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi-sosial-kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global.
Keempat, kita semua harus bersepakat bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk menyejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi, misi dan program kerja yang sesuai, yang merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel. Untuk itu strategi kerja sama antar koperasi maupun kerja sama dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling menguntungkan perlu dikembangkan, sehingga koperasi dan UMKM mampu menjadi the bigger is better dan small is beautiful. Semoga.
Sumber :
http://www.riaupos.co.id/opini.php?act=full&id=20&kat=1