Welcome to My Blogger

Senin, 26 Maret 2012

Maraknya Perdagangan Anak yang Melanda Indonesia


          Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan penduduk yang setiap tahunnya meningkat. Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, membuat tekanan terhadap lingkungan hidup menjadi sangat besar yang membuat banyak penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.
          Perekonomian yang tidak konstan dan tidak menjamin para rakyat kecil inilah yang menimbulkan berbagai spekulasi dan merajalelanya tingkat kejahatan dalam negeri tercinta. Dalam paper ini saya akan membahas masalah tentang  ” trafficking” ( perdagangan anak ) yang kini rentan terjadi belakangan ini. Dan  perlu menjadi perhatian semua pihak, khususnya di bidang penegakan hukum dalam penerapannya secara tegas diatur oleh Undang-Undang.
          Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak merupakan peraturan khusus yang mengatur mengenai masalah anak. Tujuan dari perlindungan anak sendiri disebutkan dalam Pasal 3 UU No. 23/ 2003 : “Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.”
          Disebutkan juga dalam Pasal 4 UU No. 23 Tahun 2003 tentang hak dari anak yang menyebutkan bahwa : “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

          Pengingkaran terhadap kemuliaan hak asasi seorang anak akan terjadi apabila ada seseorang yang tidak lagi memandang seorang anak sebagai sebuah subyek yang sama dengan dirinya, akan tetapi lebih pada sebagai sebuah obyek yang bisa diperjualbelikan demi keuntungan pribadi.

Masalah pokok dalam perdagangan anak
          Pada masyarakat ekonomi lemah dan kurang berpendidikan, persoalan yang dihadapi anak adalah buruh anak atau anak bekerja layaknya orang dewasa untuk membantu perekonomian keluarga.
          Mereka bekerja untuk mencari uang karena paksaan kondisi ekonomi dan ada juga karena dipekerjakan oleh orangtua mereka bahkan ada juga yang tega menjual anaknya sendiri. Hal inilah yang menimbulkan permasalahan dalam perdagangan anak.
Berikut adalah Faktor-faktor penyebab child Trafficking ( Perdagangan anak)
a. Kemiskinan (permasalahan ekonomi) Semenjak terjadinya krisis ekonomi mulai tahun 1997, semuanya berdampak kepada seluruh elemen masyarakat. Perekonomian semakin sulit, semakin banyak rakyat yang tidak mampu untuk membiayai keluarganya khususnya anaknya. Mulai dari biaya pendidikan, kehidupan sehari-hari. Himpitan perekonomian itu membuat keluarga khususnya orangtua semakin mudah terbujuk rayu oleh agen atau pelaku perdagangan anak dengan iming-iming serta janji palsu akan pekerjaan yang dapat membuat hidup lebih baik lagi dengan gaji yang besar.
b. Kurangnya pendidikan dan informasi Kekurangtahuan akan informasi mengenai perdagangan anak membuat orang-orang lebih mudah untuk terjebak menjadi korban perdagangan anak khususnya di pedesaan dan terkadang tanpa disadari pelaku perdagangan anak tidak menyadari bahwa ia sudah melanggar hukum.
c. Terjerat hutang
Penjeratan hutang yang terjadi terkadang dijadikan sebagai senjata untuk membuat orang menjadi penghambaan. Sehingga terkadang membuat orangtua yang memiliki hutang untuk memberikan anaknya untuk bekerja, diperistri, atau lain hal untuk membayar hutang-hutang tersebut.
d. Kehancuran keluarga (broken home)
Kehancuran keluarga atau permasalahan keluarga dapat menjadi pemicu terlibatnya anak dalam perdagangan, hal ini dikarenakan membuat anak tidak betah dirumah dan merasa tidak nyaman sehingga menyebabkan anak lari dari rumah.
e. Terbatasnya kesempatan kerja Ketidakjelasan akan pekerjaan membuat orang menjadi pasrah dalam menerima pekerjaan untuk dipekerjakan sebagai apa saja dan hal ini yang membuat para pelaku menargetkan anak sebagai korban.
f. Akibat peperangan Peperangan dapat menjadi faktor dimana karena peperangan melemahkan jiwa masyarakat sehingga terkadang membuat anak untuk lebih mudah diperdagangkan.
g. Budaya Budaya merupakan faktor untuk seorang anak terlibat menjadi korban perdagangan anak, hal ini disebabkan karena nilai yang berkembang menyatakan bahwa seorang anak harus membayar semua kebaikan yang dilakukan orangtuanya. Hal ini yang membuat orantua dan anak itu sendiri untuk terjebak menjadi korban.
          Dari beberapa faktor tersebut banyak berbagai kejadian perdagangan anak yang terjadi di Indonesia, berikut ini adalah contoh kasus dalam perdagangan anak yang terjadi di kota Depok.
”Maraknya perdagangan orang perlu diwaspadai. Kepolisian Sektor Limo, Kota Depok, berhasil membongkar praktik jual-beli dua bayi asal Kota Bogor. Bayi kembar berusia delapan hari itu sudah dibeli tersangka pelaku Rp 1,8 juta dan direncanakan dijual lagi kepada pihak ketiga.”
Penjualan bayi ini terjadi karena sang ibu, An (29), merasa tidak sanggup mengasuh anaknya. An kemudian mencari pengasuh bayinya melalui bantuan tetangga. Dari Edah (50), tetangganya, An kemudian mengenal MS (49), warga Depok yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka penjualan bayi.
MS mengatakan kepada An akan membawa bayi tersebut kepada saudaranya agar diasuh. Sebagai gantinya, MS memberikan uang Rp 1,85 juta kepada An untuk mengganti biaya persalinan. Namun, MS bukannya menyerahkan kepada saudaranya, melainkan bayi tersebut malah ditawarkan lagi kepada orang-orang di Depok.
Akan tetapi, rencana ini tercium tim Reserse Mobil Kepolisian Sektor Limo. Kemudian, tim reserse menjebaknya dengan berpura-pura menawar bayi dan ingin membelinya akhir pekan lalu.
”Pelaku ditangkap petugas saat transaksi di ITC Depok, Jalan Margonda Raya (Jumat 17/2),” tutur Kepala Kepolisian Resor Kota Depok Komisaris Besar Mulyadi Kaharni, Selasa (21/2).
Polisi terus mendalami praktik jual-beli bayi ini. Sementara ini, polisi masih menangkap MS seorang. Polisi tengah menyelidiki kemungkinan adanya keterlibatan pelaku lain.
Atas perbuatannya ini, tersangka terancam hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. Ancaman ini sesuai dengan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Perdagangan Orang.
Tanggapan kasus perdagangan anak
Menurut Kak Seto, begitu ia akrab disapa, kasus penjualan anak memang mulai terungkap ke permukaan. Hal ini, kata dia, didorong oleh meningkatnya kesadaran masyarakat. Pihaknya meminta agar masyarakat dan orangtua lebih waspada. ”Ada bayi yang diculik, lalu dibunuh, diambil organ tubuhnya, lalu diisi dengan narkoba,” tuturnya. Sungguh tindakan itu sudah melampaui batas-batas kemanusiaan.
Kebanyakan pelaku penjual anak itu adalah orangtuanya sendiri. Beberapa waktu silam, aparat Polsek Taman, Pemalang, Jawa Tengah, menangkap orangtua yang diduga menjual anaknya yang baru berusia 1,5 tahun. Sang ayah menjual puterinya kepada seseorang di Jakarta, seharga Rp 2 juta.
Ada pula, orangtua yang telah menjual anaknya yang masih dalam kandungan. Dengan sistem ijon, sindikat perdagangan anak telah membayar si jabang bayi yang masih dalam kandungan. Begitu lahir, anak tersebut diambil oleh si pembeli. Kasus lainnya adalah menculik anak yang baru lahir dan kemudian dijual kepada sindikat perdagangan anak.
Sumber :
http://bambang-rustanto.blogspot.com/2011/08/perdagangan-anak.html
http://masjidbaitulmamur.wordpress.com/keluarga-3/perdagangan-anak/
http://www.gudangmateri.com/2011/07/permasalahan-kasus-perdagangan-anak.html