Welcome to My Blogger

Selasa, 01 November 2011


Prospek Koperasi Menghadapi Globalisasi

13 Juli 2011 - 05.22 WIB
 fleksi Peringatan Hari Koperasi, 12 Juli 2011)  
                        
BERTEPATAN Hari Koperasi yang jatuh pada 12 Juli 2011 kemarin, mari kita sama-sama melakukan evaluasi kritis terhadap peran koperasi, di mana koperasi merupakan salah satu dari tiga pelaku ekonomi Indonesia selain BUMN/BUMD dan BUMS, yang eksistensinya diakui dalam Undang-Undang Dasar 1945, sebagai soko-guru perekonomian Indonesia.

Namun dalam kenyataannya peran koperasi sebagai pilar ekonomi bangsa semakin mencemaskan jika dibandingkan dengan badan usaha lainnya. Apalagi pada era globalisasi sekarang ini peran koperasi semakin dipertanyakan masyarakat, apakah koperasi mampu mempertahankan jati dirinya sebagai pilar ekonomi rakyat? Apakah koperasi yang memiliki cita-cita mulia menyejahterakan masyarakat dapat terealisir? Bagaimana prospek koperasi Indonesia ke depan dan bagaimana pula tantangannya?

Tantangan Globalisasi
Ciri-ciri globalisasi ditandai dengan adanya pergerakan barang, modal dan uang dengan bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama. Sehingga era globalisasi sering menjadi dilema bagi masyarakat, pemerintah dan dunia usaha. Kita tidak bisa membendung dan menahan bergulirnya globalisasi di tengah-tengah masyarakat, yang bisa kita lakukan adalah mengantisipasi dan mempersiapkan diri terhadap tantangan globalisasi. Para pelaku usaha khususnya koperasi dan UMKM harus mampu bersikap reaktif dan antisipatif menghadapi globalisasi ekonomi. Bukan mengeluh dan berteriak bahwa kita belum siap menghadapi globalisasi tanpa ada usaha dan kerja keras. Berteriak dan mengeluh bukan merupakan jalan keluar dari ancaman globalisasi.

Kontroversipun muncul di kalangan akademisi, pengamat dan para pelaku bisnis. Ada yang berteriak lantang, bahwa kita belum siap menghadapi perdagangan bebas dengan Cina (ACFTA), namun anehnya setelah ditelusuri siapa yang berteriak lantang? Rupanya berasal dari pengamat bukan pelaku bisnis. Kalau ada pelaku bisnis yang berteriak belum siap, bisa jadi mereka adalah pelaku bisnis yang mengemplang pajak.

Cukup kita sadari bahwa globalisasi ekonomi sekalipun telah menjadi sistem yang mendunia, tetapi tetap saja berada dalam ranah yang penuh kontroversi. Di satu sisi globalisasi mempunyai dampak positif di antara aktor-aktor ekonomi dunia. Mereka meyakini bahwa pasar terbuka, arus modal tanpa pembatas, akan memaksimalkan efisiensi dan efektifitas ekonomi demi terwujudnya kesejahteraan untuk semua. Sebaliknya di sisi lain kelompok anti globalisasi meyakini bahwa liberalisasi ekonomi hanya akan menguntungkan yang kuat dan melumpuhkan yang lemah, menciptakan kebangkrutan dan ketergantungan struktural negara berkembang atas negara maju.

Untuk itu globalisasi ekonomi haruslah disikapi dengan kritis, hati-hati, dan penuh perhitungan. Seperti misalnya dampak perdagangan Indonesia dengan Cina pasca ditetapkannya ACFTA, apakah membawa nikmat dan berkah atau membawa sengsara. Atau sengsara membawa nikmat. Membanjirnya produk dari Cina di Indonesia, di satu sisi bisa menjadi pemicu bangkitnya UMKM di negeri kita untuk meningkatkan daya saing produksinya. Namun di sisi lain murahnya produk dari Cina menguntungkan konsumen di negeri kita yang memiliki kemampuan daya beli terbatas karena berpendapatan rendah.

Koperasi Juru Selamat
Saat keterpurukan perekonomian pasar yang menghasilkan pengangguran dan kemiskinan besar-besaran di negeri ini, koperasi telah tampil sebagai juru selamat bagi mereka yang terpinggirkan dari perekenomian kapitalistik. Sekarang ini, koperasi telah menjadi sumber penghidupan bagi 91,25 juta orang yang sebagian besar ada di pedesaan, sedangkan usaha besar hanya mampu menyerap 2,52 juta orang (Nasution, 2008). Pengalaman ini tentu menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah bahwa sektor usaha koperasi dan UMKM menjadi soko guru dan urat nadi perekonomian di negeri kita.

Untuk itu kita tidak berharap, era globalisasi menjadikan negeri kita semakin terpuruk yang disebabkan salah strategi dalam mengelola pembangunan ekonomi dan politik. Reformasi yang perlu digulirkan tidak saja reformasi politik, tetapi yang lebih penting lagi adalah reformasi bidang ekonomi dan keuangan. Sektor usaha kecil dan koperasi mesti harus menjadi prioritas utama pemerintah dalam membangun ekonomi bangsa menuju era globalisasi dengan beberapa strategi.

Pertama, perlu adanya perubahan dan pengembangan cara pandang dalam pengelolaan koperasi. Dengan demikian, diharapkan koperasi memiliki daya saing dan sekaligus menjadi daya tarik bagi anggota maupun masyarakat. Untuk meningkatkan daya saing, paling tidak ada lima (5) prasyarat utama, yakni mereka memiliki sepenuhnya pendidikan, modal, teknologi, informasi, dan input krusial lainnya. Pengembangan koperasi di Indonesia selama ini masih pada tataran konsep yang sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak pula yang tidak aktif. Semakin banyak koperasi yang sukses diikuti pula banyak koperasi yang gagal dan bangkrut disebabkan karena ketidaksiapan sumber daya manusianya.

Kedua, koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada kebutuhan pasar. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman dan tantangan yang semakin global. Untuk itu perbaikan terhadap masalah pengelolaan manajemen dan organisasi perlu terus dilakukan.

Ketiga, lingkungan internal UMKM dan koperasi harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), penguasaan pemanfaatan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Di samping itu, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintah, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi-sosial-kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global.

Keempat, kita semua harus bersepakat bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk menyejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi, misi dan program kerja yang sesuai, yang merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel. Untuk itu strategi kerja sama antar koperasi maupun kerja sama dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling menguntungkan perlu dikembangkan, sehingga koperasi dan UMKM mampu menjadi the bigger is better dan small is beautiful. Semoga.



Sumber :
                                                                http://www.riaupos.co.id/opini.php?act=full&id=20&kat=1
























































BAGAIMANA KOPERASI DI INDONESIA MENGHADAPI ERA GLOBALISASI


Pada umumnya telah kita ketahui, hampir seluruh belahan dunia termasuk Indonesia, sudah memasuki era yang sudah sering sekali diperbincangkan, “Era Globalisasi“. Era Globalisasi ini masuk ke Indonesia salah satunya melalui perdagangan bebas. Bagi Indonesia, era globalisasi ini penting adanya untuk membuka tertutupnya usaha, khususnya untuk KOPERASI.

Globalisasi
         Ciri-ciri globalisasi ditandai dengan adanya pergerakan barang, modal dan uang dengan bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama. Sehingga era globalisasi sering menjadi dilema bagi masyarakat, pemerintah dan dunia usaha. Kita tidak bisa membendung dan menahan bergulirnya globalisasi di tengah-tengah masyarakat, yang bisa kita lakukan adalah mengantisipasi dan mempersiapkan diri terhadap tantangan globalisasi.
         Para pelaku usaha khususnya koperasi dan UMKM harus mampu bersikap reaktif dan antisipatif menghadapi globalisasi ekonomi. Bukan mengeluh dan berteriak bahwa kita belum siap menghadapi globalisasi tanpa ada usaha dan kerja keras. Berteriak dan mengeluh bukan merupakan jalan keluar dari ancaman globalisasi.
         Kontroversipun muncul di kalangan akademisi, pengamat dan para pelaku bisnis. Ada yang berteriak lantang, bahwa kita belum siap menghadapi perdagangan bebas dengan Cina (ACFTA), namun anehnya setelah ditelusuri siapa yang berteriak lantang? Rupanya berasal dari pengamat, bukan pelaku bisnis. Kalau ada pelaku bisnis yang berteriak belum siap, bisa jadi mereka adalah pelaku bisnis yang mengemplang pajak.  
         Cukup kita sadari bahwa globalisasi ekonomi sekalipun telah menjadi sistem yang mendunia, tetapi tetap saja berada dalam ranah yang penuh kontroversi. Di satu sisi globalisasi mempunyai dampak positif di antara aktor-aktor ekonomi dunia. Mereka meyakini bahwa pasar terbuka, arus modal tanpa pembatas, akan memaksimalkan efisiensi dan efektifitas ekonomi demi terwujudnya kesejahteraan untuk semua. Sebaliknya di sisi lain kelompok anti globalisasi meyakini bahwa liberalisasi ekonomi hanya akan menguntungkan yang kuat dan melumpuhkan yang lemah, menciptakan kebangkrutan dan ketergantungan struktural negara berkembang atas negara maju.  
         Untuk itu globalisasi ekonomi haruslah disikapi dengan kritis, hati-hati, dan penuh perhitungan. Seperti misalnya dampak perdagangan Indonesia dengan Cina pasca ditetapkannya ACFTA, apakah membawa nikmat dan berkah atau membawa sengsara. Atau sengsara membawa nikmat. Membanjirnya produk dari Cina di Indonesia, di satu sisi bisa menjadi pemicu bangkitnya UMKM di negeri kita untuk meningkatkan daya saing produksinya.
         Namun di sisi lain murahnya produk dari Cina menguntungkan konsumen di negeri kita yang memiliki kemampuan daya beli terbatas karena berpendapatan rendah.

Koperasi di Era Globalisasi
        Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) : 

Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan.
Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.

Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.
        Jadi jelas terlihat bahwa Koperasi Indonesia masih sangat penting walaupun harus menghadapi era globalisasi dimana semakin banyak pesaing ekonomi yang bermunculan dari luar negeri dan walaupun seperti itu, Koperasi masih sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, selalu berusaha mensejahterakan rakyat Indonesia. Selain itu koperasi tidak harus hilang berbaur atau mengikuti trend negara lain dan masih dapat berdiri dan menjalankan fungsi-fungsinnya selama ini.

Harapan dan Kecemasan akan Globalisasi
         Globalisasi menggambarkan proses percepatan interaksi yang luas dalam bidang politik, teknologi, ekonomi, sosial dan budaya. Globalisasi merupakan Istilah yang digunakan untuk menggambarkan multi lapis dan multi dimensi proses dan fenomena hidup yang sebagian besar didorong oleh Barat dan khususnya kapitalisme beserta niai-nilai hidupnya dan pelaksanaannya (Samuel M. Makinda dalam Dochak Latief, 2000).
         Dilihat dari kacamata ekonomi, esensi globalisasi pada dasarnya adalah peningkatan interaksi dan integrasi di dalam perekonomian baik di dalam maupun antar negara, yang meliputi aspek-aspek perdagangan, investasi, perpindahan faktor-faktor produksi dalam bentuk migrasi tenaga kerja dan penanaman modal asing, keuangan dan perbankan internasional serta arus devisa (Mahmud Toha, 2002). Interaksi ekonomi antar Negara tersebut mencakup arus perdagangan, produksi dan keuangan, sedangkan integrasi berarti bahwa perekonomian lokal atau nasional setiap negara secara efektif merupakan bagian yang tidak otonom dari satu perekonomian tunggal dunia.
         Jadi pengertian integrasi lebih keras/tegas dibandingkan interaksi. Berdasarkan kedua kata kunci tersebut pengertian globalisasi ekonomi adalah suatu kondisi dimana perekonomian nasional dan local terintegrasi dalam satu perekonomian tunggal yang bersifat global.

Peluang dan Tantangan Koperasi Dalam Era Globalisasi
         Pada waktu krisis moneter dan ekonomi menghantam Indonesia, ternyata BUMS dan BUMN/BUMD banyak yang kelimpungan gulung tikar, meninggalkan hutang yang demikian besar.
         Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) yang biasanya dianggap tidak penting dan disepelekan justru sebagian besar dapat eksis dalam menghadapi badai krisis. Dengan demikian sektor yang disebut belakangan (UKMK) dapat menjadi pengganjal untuk tidak terjadinya kebangkrutan perekonomian, bahkan sebaliknya dapat diharapkan sebagai motor penggerak roda perekonomian nasional untuk keluar dari krisis. Sebagai contoh banyak peluang pasar yang semula tertutup sekarang menjadi terbuka. Contohnya, akibat mahalnya harga obat, yang sebagian besar masih harus diimpor, produsen jamu (ada yang membentuk koperasi) mendapat kesempatan memperlebar pasarnya dari pangsa yang lebih menyerupai “ceruk pasar” menuju kepada pasar yang lebih bermakna.
         Seandainya globalisasi benar-benar terwujud sesuai dengan skenario terjadinya pasar bebas dan persaingan bebas, maka bukan berarti tamatlah riwayatnya koperasi. Peluang koperasi untuk tetap berperan dalam percaturan perekonomian nasional dan internasional terbuka lebar asal koperasi dapat berbenah diri menjadi salah satu pelaku ekonomi (badan usaha) yang kompetitif dibandingkan pelaku ekonomi lainnya.
         Tantangan untuk pengembangan masa depan memang relatif berat, karena kalau tidak dilakukan pemberdayaan dalam koperasi dapat tergusur dalam percaturan persaingan yang makin lama makin intens dan mengglobal. Kalu kita lihat ciri-ciri globalisasi dimana pergerakan barang, modal dan uang demikian bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama, maka tidak ada alasan bagi suatu negara untuk “meninabobokan” para pelaku ekonomi (termasuk koperasi) yang tidak efisien dan kompetitif.

Langkah-Langkah Antisipatif Koperasi Dalam Globalisasi
         E.F. Schumacher (1978) berpendapat bahwa small is beautiful. John Naisbitt (1944) merasa percaya bahwa masa depan perekonomian global berada ditangan unit usaha yang kecil, otonom, namun padat teknologi. Dari kedua pendapat tersebut mendorong keyakinan kita bahwa sektor-sektor usaha kecil di Indonesia perlu diberi kesempatan untuk berperan lebih banyak. Oleh karena itu. paradigma pengembangan ekonomi rakyat layak diaplikasikan dalam tatanan praktis. Pendapat A.P.Y. Djogo (dalam Mubyarto, 1999) perlu dikemukakan yang menganalisis perbedaan antara “ekonomi rakyat” dan “ekonomikonglomerat” dengan kesimpulan bahwa, jika ekonomi konglomerat “sejak dari sananya” adalah “ekonomi pertumbuhan”, maka ekonomi rakyat adalah “ekonomi pemerataan”.
         Keistimewaan koperasi tidak dikenal adanya majikan dan buruh, serta tidak ada istilah pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama, dengan hak suara sama. Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang dilakukan koperasi ternyata dapat memberi laba finansial, semua pihak akan turut menikmati laba tersebut.
         Untuk mengembangkan koperasi banyak hal yang perlu dibenahi, baik keadaan internal maupun eksternal. Di sisi internal, dalam tubuh koperasi masih banyak virus yang merugikan. Yang paling berbahaya adalah penyalahgunaan koperasi sebagai wahana sosial politik.
         Manuver koperasi pada akhirnya bukan ditujukan untuk kemajuan kopearasi dan kesejahteraan anggota, mealinkan untuk keuntungan politis kelompok tertentu.. Sebagai contoh, mislanya KUD (Koprasi Unit Desa) diplesetkan menjadi “Ketua Untung Dulu”, tentunya menggambarkan yang diuntungkan koperasi adalah para elit pengurusnya (Indra Ismawan, 2001). Parahnya lagi para pengurus koperasi kadangkala merangkap jabatan birokratis, politis atau jabatan kemasyarakatan, sehingga terjadinya konflik peran. Konflik yang berlatarbelakang nonkoperasi dapat terbawa kedalam lembaga koperasi, sehingga mempengaruhi citra koperasi.
        Dari sisi eksternal, terdapat semacam ambiguitas pemerintah dalam konteks pengembangankoperasi. Karena sumberdaya dan budidaya koperasi lebih di alokasikan untuk menguraikankonflik-konflik sosial politik, maka agenda ekonomi konkret tidak dapat diwujudkan.Koperasi jadi impoten, dimana fungsi sebagai wahana mobilisasi tidak dan perjuanganperekonomian rakyat kecil tidak berjalan.Jadi langkah pembenahan koperasi, pertama-tama harus dapat merestrukturisasihambatan internal, dengan mengkikis habis segala konflik yang ada.
         Untuk menggantimentalitas pencarian rente yang oportunitis, dibutuhkan upaya penumbuhkembangan etosdan mentalitas kewirausahaan para pengurus dan angota koperasi. Langkah-langkah inovasiusaha perlu terus ditumbuhkembangkan. Kedua, pembenahan manajerial. Manajemenkoperasi dimasa datang menghendaki pengarahan fokus terhadap paasr, sistem pencatatan keuangan yang baik, serta perencanaan arus kas dan kebutuhan modal mendatang. Ketiga, strategi integrasi keluar dan kedalam. Dalam integrasi ke luar, dibutuhkan kerjasama terspesialisasi antar koperasi maupun kerjasama dengan para pelaku lainnya dengan prinsipsaling menguntungkan. Ke dalam, koperasi dituntut untuk menempatkan anggotanyasebagai pelaku aktif dalam proses produksi dan distribusi dapat memenuhi suarat-syaratpenghematan biaya, pemanfaatan modal, spesialisasi, keorganisasian, fleksibilitas danpemekaran kesempatan kerhja. Menurut Indra Ismawan (2001), pada gilirannya koperasiakan memadukan istrilah the bigger is better dengan small is beautiful.

Berikut ini adala ringkas langkah koperasi untuk menghadapi era-globalisasi.
1. Dalam menjalankan usahanya, pengurus koperasi harus mampu mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggotanya dan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses untuk menemukan kebutuhan kolektif anggota sifatnya kondisional dan lokal spesifik. Dengan mempertimbangkan aspirasi anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan kolektif setiap koperasi berbeda-beda.
2. Adanya efektifitas biaya transaksi antara koperasi dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil jika dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi.
3. Kesungguhan kerja pengurus dan karyawan dalam mengelola koperasi. Disamping kerja keras, figur pengurus koperasi hendaknya dipilih orang yang amanah, jujur serta transparan.
4. Membagi koperasi menurut beberapa sektor :
·         koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi,
·         koperasi konsumen atau koperasi konsumsi, dan
·         koperasi kredit dan jasa keuangan 
5. Pemahaman pengurus dan anggota akan jati diri koperasi, pengertian koperasi, nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip gerakan koperasi harus dijadikan point penting karena hal itu yang mendasari segala aktifitas koperasi. Aparatur pemerintah terutama departemen yang membidangi masalah koperasi perlu pula untuk memahami secara utuh dan mendalam mengenai perkoperasian.
6. Kegiatan koperasi bersinergi dengan aktifitas usaha anggotanya.
7. Koperasi produksi harus merubah strategi kegiatannya dengan mereorganisasi kembali supaya kompatibel dengan tantangan yang dihadapi. 
         Dengan demikian, koperasi pun mampu setidaknya menghadapi era globalisasi saat ini, bukan malah terseret arus globalisasi yang berdampak koperasi akan tenggelam. Mari kita benahi koperasi sejak dini, karena koperasi di Indonesia juga merupakan jati diri bangsa dalam memajukan perekonomian.
Sumber :

MENGAPA KOPERASI DI INDONESIA SULIT UNTUK BERKEMBANG ?

Koperasi merupakan badan usaha bersama yang bertumpu pada prinsip ekonomi kerakyatan yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berbagai kelebihan yang dimiliki oleh koperasi seperti efisiensi biaya serta dari peningkatan economies of scale jelas menjadikan koperasi sebagai sebuah bentuk badan usaha yang sangat prospekrif di Indonesia. Namun, sebuah fenomena yang cukup dilematis ketika ternyata koperasi dengan berbagai kelebihannya ternyata sangat sulit berkembang di Indonesia. Koperasi bagaikan mati suri dalam 15 tahun terakhir. Koperasi Indonesia yang berjalan di tempat atau justru malah mengalami kemunduran.
         Pasang-surut Koperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang dan surut. Saat ini pertanyaannya adalah “Mengapa Koperasi sulit berkembang?” Padahal, upaya pemerintah untuk memberdayakan Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bisa dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang sebagai memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu “dikasihani”.
1. Kurangnya Partisipasi Anggota
Bagaimana mereka bisa berpartisipasi lebih kalau mengerti saja tidak mengenai apa itu koperasi. Hasilnya anggota koperasi tidak menunjukkan partisipasinya baik itu kontributif maupun insentif terhadap kegiatan koperasi sendiri. Kurangnya pendidikan serta pelatihan yang diberikan oleh pengurus kepada para anggota koperasi ditengarai menjadi faktor utamanya, karena para pengurus beranggapan hal tersebut tidak akan menghasilkan manfaat bagi diri mereka pribadi. Kegiatan koperasi yang tidak berkembang membuat sumber modal menjadi terbatas. Terbatasnya usaha ini akibat kurangnya dukungan serta kontribusi dari para anggotanya untuk berpartisipasi membuat koperasi seperti stagnan. Oleh karena itu, semua masalah berpangkal pada partisipasi anggota dalam mendukung terbentuknya koperasi yang tangguh, dan memberikan manfaat bagi seluruh anggotanya, serta masyarakat sekitar.
2. Sosialisasi Koperasi
Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus.
3. Manajemen
Manajemen koperasi harus diarahkan pada orientasi strategik dan gerakan koperasi harus memiliki manusia-manusia yang mampu menghimpun dan memobilisasikan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang usaha. Oleh karena itu koperasi harus teliti dalam memilih pengurus maupun pengelola agar badan usaha yang didirikan akan berkembang dengan baik.
Ketidak profesionalan manajemen koperasi banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur.
4. Permodalan
Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali dengan kondisi modal keuangan badan usaha tersebut. Kendala modal itu bisa jadi karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau bahkan sebaliknya terlalu tergantungnya modal dan sumber koperasi itu sendiri. Jadi untuk keluar dari masalah tersebut harus dilakukan melalui terobosan structural, maksudnya dilakukannya restrukturasi dalam penguasaan factor produksi, khususnya permodalan.
Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Tengah Muhammad Hajir Hadde, SE. MM menyebutkan salah satu hambatan yang dihadapi selama ini diantaranya manajemen dan modal usaha.  Hal itu dikatakannya dihadapan peserta Diklat Koperasi Simpan Pinjam KSP dan Unit Simpan Pinjam USP yang saat ini sedang berlangsung di Palu.  Untuk mengantisipasi berbagai hambatan dimaksud khususnya manajemen Dinas Kumperindag selaku leading sector terus berupaya mengatasinya melalui pendidikan dan pelatihan serta pemberian modal usaha.
5. Sumber Daya Manusia
Banyak anggota, pengurus maupun pengelola koperasi kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini maka koperasi berjalan dengan tidak profesional dalam artian tidak dijalankan sesuai dengan kaidah sebagimana usaha lainnya.
Dari sisi keanggotaan, sering kali pendirian koperasi itu didasarkan pada dorongan yang dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan dari bawah melainkan dari atas. Pengurus yang dipilih dalam rapat anggota seringkali dipilih berdasarkan status sosial dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan dengan kurang adanya control yang ketat dari para anggotanya.
Pengelola ynag ditunjuk oleh pengurus seringkali diambil dari kalangan yang kurang profesional. Sering kali pengelola yang diambil bukan dari yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan dalam wirausaha.

6. Kurangnya Kesadaran Masyarakat
Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up) tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi.

7. “Pemanjaan Koperasi”
Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing.

8. Demokrasi ekonomi yang kurang
Dalam arti kata demokrasi ekonomi yang kurang ini dapat diartikan bahwa masih ada banyak koperasi yang tidak diberikan keleluasaan dalam menjalankan setiap tindakannya. Setiap koperasi seharusnya dapat secara leluasa memberikan pelayanan terhadap masyarakat, karena koperasi sangat membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa – jasa yang diberikan, tetapi hal tersebut sangat jauh dari apa ayang kita piirkan. Keleluasaan yang dilakukan oleh badan koperasi masih sangat minim, dapat dicontohkan bahwa KUD tidak dapat memberikan pinjaman terhadap masyarakat dalam memberikan pinjaman, untuk usaha masyarakat itu sendiri tanpa melalui persetujuan oleh tingkat kecamatan dll. Oleh karena itu seharusnya koperasi diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan pelayanan terhadap anggotanya secara lebih mudah, tanpa syarat yang sangat sulit.
         Sebenarnya, secara umum permasalahan yang dihadapi koperasi dapat di kelompokan terhadap 2 masalah. Yaitu :
A. Permaslahan Internal
  • Kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia sehingga kapasitasnya terbatas;
  • Pengurus koperasi juga tokoh dalam masyarakat, sehingga “rangkap jabatan” ini menimbulkan akibat bahwa fokus perhatiannya terhadap pengelolaan koperasi berkurang sehingga kurang menyadari adanya perubahan-perubahan lingkungan;
  • Bahwa ketidakpercayaan anggota koperasi menimbulkan kesulitan dalam memulihkannya;
  • Oleh karena terbatasnya dana maka tidak dilakukan usaha pemeliharaan fasilitas (mesin-mesin), padahal teknologi berkembang pesat; hal ini mengakibatkan harga pokok yang relatif tinggi sehingga mengurangi kekuatan bersaing koperasi;
  • Administrasi kegiatan-kegiatan belum memenuhi standar tertentu sehingga menyediakan data untuk pengambilan keputusan tidak lengkap; demikian pula data statistis kebanyakan kurang memenuhi kebutuhan;
  • Kebanyakan anggota kurang solidaritas untuk berkoperasi di lain pihak anggota banyak berhutang kepada koperasi;
  • Dengan modal usaha yang relatif kecil maka volume usaha terbatas; akan tetapi bila ingin memperbesar volume kegiatan, keterampilan yang dimiliki tidak mampu menanggulangi usaha besar-besaran; juga karena insentif rendah sehingga orang tidak tergerak hatinya menjalankan usaha besar yang kompleks.
B.Permasalahan eksternal
  • Bertambahnya persaingan dari badan usaha yang lain yang secara bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditangani oleh koperasi;
  • Karena dicabutnya fasilitas-fasilitas tertentu koperasi tidak dapat lagi menjalankan usahanya dengan baik, misalnya usaha penyaluran pupuk yang pada waktu lalu disalurkan oleh koperasi melalui koperta sekarang tidak lagi sehingga terpaksa mencari sendiri.
  • Tanggapan masyarakat sendiri terhadap koperasi; karena kegagalan koperasi pada waktu yang lalu tanpa adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat yang menimbulkan ketidakpercayaan pada masyarakat tentang pengelolaan koperasi;
  • Tingkat harga yang selalu berubah (naik) sehingga pendapatan penjualan sekarang tidak dapat dimanfaatkan untuk meneruskan usaha, justru menciutkan usaha.
Persoalan-persoalan yang dihadapi koperasi kiranya menjadi relatif lebih akut, kronis, lebih berat oleh karena beberapa sebab :
  1. Kenyataan bahwa pengurus atau anggota koperasi sudah terbiasa dengan sistem penjatahan sehingga mereka dahulu hanya tinggal berproduksi, bahan mentah tersedia, pemasaran sudah ada salurannya, juga karena sifat pasar “sellers market” berhubungan dengan pemerintah dalam melaksanakan politik. Sekarang sistem ekonomi terbuka dengan cirri khas : “persaingan”. Kiranya diperlukan penyesuaian diri dan ini memakan waktu cukup lama.
  2. Para anggota dan pengurus mungkin kurang pengetahuan/skills dalam manajemen. Harus ada minat untuk memperkembangkan diri menghayati persoalan-persoalan yang dihadapi.
  3. Oleh karena pemikiran yang sempit timbul usaha “manipulasi” tertentu, misalnya dalam hal alokasi order/ tugas-tugas karena kecilnya “kesempatan yang ada” maka orang cenderung untuk memanfaatkan sesuatu untuk dirinya terlebih dahulu.
  4. Pentingnya rasa kesetiaan (loyalitas) anggota; tetapi karena anggota berusaha secara individual (tak percaya lagi kepada koperasi) tidak ada waktu untuk berkomunikasi, tidak ada pemberian dan penerimaan informasi, tidak ada tujuan yang harmonis antara anggota dan koperasi dan seterusnya, sehingga persoalan yang dihadapi koperasi dapat menghambat perkembangan koperasi.
Sumber :
http://www.formasi-indonesia.or.id/forum.php?halaman=detail&id=10
http://www.rripalu.com/?q=content/koperasi-sulit-berkembang-apa-hambatannya